Minggu, 14 Desember 2008

FANTASI

Yang aku inginkan bukanlah duduk dengan siku bersentuhan dan nafas yang bisa dirasakan satu sama lain, aku ingin bisa menikmatimu seutuhnya dari jauh. Cintaku tak hanya sebatas punggung, mata, hidung, rambut, pakaian atau sepasang sepatumu. Cintaku meliputi setiap sudut tubuhmu, yang bisa kukecap dengan segala indera yang kumiliki. Dengan fantasiku.


Aku berdiri jauh darimu. Membayangkan badan bagian atasku dapat memanjang, mendekat ke arahmu, menyentuhmu…


Pertama, akan kuciumi bau pakaian –mungkin kemeja biru muda- yang menutupi punggungmu yang lebar…

Kedua, akan kuhayati bau rambutmu. Mungkin bau mint segar yang maskulin…

Ketiga, akan kubalikkan badanmu, sehingga wajah kita bertatapan…


Matamu mungkin berwarna coklat muda, hidungmu tidak begitu besar, bibirmu kecil dan selalu tersenyum…


Mungkin.


Telingamu besar, bahumu lebar (dan inilah satu-satunya yang kusadar benar karena hanya itulah yang bisa kurasakan saat kita bertubrukan kali pertama), dan aroma tubuhmu..aroma yang ingin bisa kuhirup selamanya, hingga kadang aku berpikir untuk tak menghela nafas agar bau itu tidak terkontaminasi aroma yang lain dan akhirnya hilang.


Aku ingin menyimpan aromamu.


Ah, aku merasakan kehadiranmu. Mendekat. Suaramu yang renyah, cekikikan kawan-kawan tercintamu. Kau memang pintar berlelucon.


Mendekat. Mendekat. Mendekat.


Sedikit lagi, aku bisa merasakan aromamu. Mungkin aku bisa bertubrukan kali kedua denganmu.

Mendekat. Mendekat. Mendekat.


Bruk.


“Minggir donk Mbak…nggak lihat orang mau lewat?” Seorang wanita menabrak bahuku dengan cukup keras. Ia diam beberapa saat, beberapa orang yang lain membisikkan sesuatu padanya. “Oh..maaf…” Ia kemudian pergi meninggalkan amarahnya.


Tapi amarahku ganti datang. Laki-laki itu sudah lenyap. Aromanya sudah tak mungkin kucium lagi. Aku mendengus sebal, aku sudah menunggu di sini selama dua jam!


Perlahan kucari tongkat yang tadi kusenderkan dekat gerbang tempat kursus Bahasa Asing ini. Kuraba hingga kudapatkan tongkat itu. Lalu, masih dalam kekecewaan mendalam, aku memutar arah kembali ke rumah. Aku sudah hapal rute ke tempat ini. Hanya aku harus bertanya dengan benar tentang jam yang tepat, agar aku tak menunggu lelaki berpunggung lebar ini dua jam lebih awal dari seharusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar